Headlines News :
Home » » Danau Tempe Aset Dunia

Danau Tempe Aset Dunia

Written By Unknown on Sabtu, 16 Maret 2013 | 10.26

DANAU TEMPE ASET DUNIA YANG HARUS DISELAMATKAN


Eksploitasi yang merusak dan mengancam Danau Tempe cenderung meningkat. Eksploitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan penebangan hutan disepanjang hulu Inlet atau sungai yang masuk ke danau sangat mengancam degradasi ekologis serta aktivitas bungka toddo oleh nelayan. Hal ini juga sudah terlihat di sepanjang pinggiran sungai yang dekat dengan danau. Kemudian aktivitas pertanian dan perkebunan yang menggunakan pestisida menjadi sumber pencemar dan meningkatkan gulma air. Hal ini mengakibatkan terjadi sedimentasi di Danau Tempe. Hasil Penelitian JICA dalam Bappedal (2000) menunjukkan bahwa setiap tahunnya terjadi pendangkalan berkisar 15 – 20 cm dan cenderung meningkat setiap tahun. Dan berdasarkan kesimpulan Laporan BAPEDAL Regional III (2000) menyatakan bahwa apabila laju sedimentasi terus meningkat setiap tahunnya diperkirakan 100 – 200 tahun kemudian Danau Tempe akan menjadi suatu daerah dataran. Hal ini juga disebabkan oleh faktor alami karena Danau Tempe terbentuk dari proses geologis dan merupakan danau tektonik yang akan tertimbun secara alami (Pusat Arkeologi Nasional, 1982).
Kondisi Umum
Umumnya Danau Tempe lebih dikenal terletak di Kabupaten Wajo karena wilayah terluas berada di wilayah ini, utamanya wilayah Kecamatan Tempe dimana Ibukota Kabupaten Wajo berada, serta wilayah tiga kecamatan lainnya yaitu Belawa, Tanasitolo dan Sabbangparu. Sedangkan wilayah lain dari Danau Tempe berada di Kabupaten Soppeng dan Sidrap. Hal ini dapat dilihat pada data Bappedal (1999) bahwa Danau Tempe menempati tiga wilayah kabupaten dengan tujuh kecamatan. Bagian danau terluas terletak pada Kabupaten Wajo yang terdiri empat kecamatan yaitu Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo dan Belawa. Kabupaten Soppeng dua kecamatan yakni Kecamatan Marioriawa dan Donri Donri, dan bagian yang tersempit adalah Kabupaten Sidrap dengan satu kecamatan yaitu Kecamatan Pancalautan. Secara geografis Danau Tempe terletak antara 119053’ – 120004’ bujur timur dan 4003’ – 4009’ lintang selatan.

Danau Tempe berhubungan dengan dua danau lain yaitu Danau Sidenreng di Kabupaten Sidrap dan Danau Buaya di Kecamatan Tanasitolo, Kabupaten Wajo. Ketiga danau ini bersatu membentuk satu luasan perairan yang luas pada musim hujan dan dapat menutupi pemukiman masyarakat pada tiga kabupaten. Disampaikan dalam Fishery Report FAO of UN (1995), bahwa Danau Tempe adalah suatu sistem dari tiga danau alam yaitu Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya.
Karaktersitik Danau Tempe dengan kondisi banjir yang selalu terjadi setiap tahun pada musim hujan dapat dilihat pada keadaan danau dengan elevasi yang landai sehingga volume air yang bertambah melalui sungai akan meluap dan menyebabkan banjir. Iklim tropis serta curah hujan tinggi di sepanjang sungai yang bermuara di danau merupakan kondisi yang menyebabkan besarnya volume air yang tertampung dalam danau. Berdasarkan data Stasiun Klimatologi (1996) bahwa daerah Danau Tempe dan sekitarnya termasuk dalam wilayah iklim tropik basah, yang dicirikan dengan adanya dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kabupaten Wajo, musim hujan terjadi pada bulan Februari sampai Juli, November dan Desember, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus sampai Oktober dan Januari. Curah hujan rata-rata tahunan di wilayah Wajo selama 20 tahun (1976 – 1996) 145,1 mm.
Kemudian data Bappedal (1999) menjelaskan bahwa Danau Tempe memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Data dari 1997 – 1999 menunjukkan bahwa pada ke-7 kecamatan yang berada disekitar Danau Tempe, musim hujan terjadi pada bulan Januari sampai bulan Juli dengan curah hujan 153,6 mm/bulan. Sedangkan musim kemarau hanya terjadi selama 2 bulan yakni bulan Agustus dan bulan September, selebihnya pada bulan Oktober sampai bulan Desember kembali musim hujan dengan curah hujan 126 mm/bulan dan rata-rata hari hujan 11 hari. Pada saat musim hujan, volume air yang mengalir masuk ke Danau Tempe akan lebih banyak dibanding dengan volume air yang keluar melalui Sungai Cenranae. Hal ini terjadi karena terdapat dua sungai besar yang bermuara langsung ke Danau Tempe, yakni Sungai Bila dan Sungai Walanae ditambah beberapa sungai kecil lainnya. Ketika kondisi itu terjadi dimana volume air masuk lebih besar dari volume air yang keluar, maka akan mengakibatkan air meluap menggenangi daerah-daerah sekitar Danau Tempe (banjir).
Kondisi lingkungan danau dengan kemiringan yang landai pada sekitar empat kecamatan di Kabupaten Wajo sehingga selalu dilanda banjir dapat diketahui dari proses terjadinya Danau Tempe. Danau Tempe juga dikenal sebagai sebuah cekungan yang menjadi tempat tertampungnya air sungai dan air hujan. Menurut laporan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (1980), bahwa terbentuknya Danau Tempe berasal dari proses geologis yang bersamaan dengan terbentuknya Sulawesi Selatan serta tiga danau lain yaitu Danau Sidenreng, Danau Taparang Lapompaka, Danau Labulang.
Danau tempe terbentuk dari pengangkatan batuan sehingga mengakibatkan terjadinya patahan-patahan berarah kurang lebih Utara-Selatan dan memunculkan terban besar dan luas, terban Walennae. Terban ini memiliki relief lebih rendah dibanding daerah sekitarnya hingga merupakan suatu cekungan sedimentasi. Berakhirnya zaman es/pasca glasial (zaman Halosen) muka laut naik dan menggenangi Daratan Sunda dan Daratan Sahul, termasuk dataran Danau Tempe. Pada waktu itu Dataran Tempe merupakan danau yang sangat luas yang disebut Danau Tempe Purba. Proses geologis yang terjadi selanjutnya adalah pada zaman Halosen Tua terjadi pengangkatan (orogenesa) pada daerah daratan Danau Tempe Purba, sehingga terjadi pendangkalan yang menyebabkan bergesernya garis pantai dan daerah sekitarnya menjadi dataran yang datar dan luas berawa-rawa, serta terbentuk danau-danau disekitarnya. Danau Tempe Purba inilah yang ada sampai sekarang dengan semua proses alam yang terjadi selama ratusan ribu tahun sehingga kondisi Danau Tempe seperti sekarang.

Potensi Danau Tempe
Potensi sumberdaya Danau Tempe yang sudah dikelola dan dimanfaatkan sejak dahulu oleh masyarakat adalah potensi perikanan.  Danau Tempe dikenal dengan produksi perikanan air tawar dan hasil ikan tersebut dipasarkan sampai keluar wilayah Kabupaten Wajo.  Potensi perikanan ini telah memberikan manfaat kepada masyarakat dan pemerintah.  Tetapi produksi perikanan telah menurun karena kondisi lingkungan danau yang semakin menurun.  Produksi perikanan Danau Tempe dapat dilihat dalam Suara Publik (2003)  dimana diinformasikan bahwa hingga akhir 1960-an Danau Tempe masih dikenal sebagai sentra terpenting produksi perikanan air tawar di Indonesia. Selama kurun waktu 1948 – 1969 produksi ikan danau terluas di Sulawesi Selatan ini tiap tahun mencapai 37.000 – 40.000 ton berbagai jenis ikan. Bahkan tahun 1957 – 1959 sempat menembus angka 50.000 ton/tahun. Melimpahnya produksi ikan Danau Tempe dikenal dengan mangkuk ikannya Indonesia.
Potensi perikanan Danau Tempe masih cukup besar, khususnya untuk penangkapan di perairan danau.  Potensi ini relatif tetap terjaga karena restocking yang dilakukan pemerintah setiap tahun.  Kemudian berdasarkan data statistik tahun 2006, produksi perikanan air tawar sekarang yang berasal dari Danau Tempe serta nilainya tahun 2005 adalah Kecamatan Tempe 2.684,5 Ton (Rp. 17.650.000.000), Tanasitolo 2.453,1 Ton (Rp. 11.628.500.000), Sabbangparu 2.945,2 Ton (Rp. 10.757.470.000).
Produksi dan nilai perikanan yang berasal dari Danau Tempe memberikan kontribusi ekonomi yang cukup tinggi kepada masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo.  Kemudian potensi luas areal penangkapan menunjukkan bahwa luas areal penangkapan ikan di danau pada empat kecamatan di atas adalah 8.973 h


Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | BELAWA | KIBAR
Copyright © 2011. KIBAR BELAWA TOSAGENAE - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by TOSAGENAE
Proudly powered by Blogger