Headlines News :
Home » , » Pengusaha Sukses dari Belawa

Pengusaha Sukses dari Belawa

Written By Unknown on Selasa, 02 April 2013 | 18.46


Zain U, Mewariskan Piposs yang Melegenda 




Basri Zain, putra Zain U menceritakan perjalanan perusahaan Zain U seorang saudagar tempo dulu yang terus berkembang hingga saat ini.
Namanya kini diabadikan di mobil-mobil milik PO Piposs. Sebab jasanya untuk perusahaan ini serta dunia transportasi di Sulsel, memang tak sedikit. Zain U, dialah orangnya.

Bus panjang itu melaju dengan kecepatan sedang di Daya, Jalan Poros Maros-Makassar, Selasa, 28 Agustus. Klaksonnya berbunyi sekali saat hendak berbelok ke Jalan Kapasa Raya. Mobil itu relatif masih tampak baru. Di bagian samping luarnya, tepat di bawah jendela, tertulis Piposs Zain U. Piposs adalah brand perusahaan otobus-nya. Lalu, Zain U?

Di kantor pusat PO Piposs di Kawasan Industri Makassar (KIMA), jejak Zain U masih "terlihat". Di sebuah ruangan di lantai dua, seorang pria bernama Basri Zain bekerja. Dia putra Zain U. Dari Basri jugalah FAJAR mengetahui, Zain U adalah seorang saudagar tempo dulu yang hasil jerih payahnya masih dirasakan hingga kini.   

Pada 1960, Zain menjalankan sebuah perusahaan pengangkutan. Belum punya nama. Yang memiliki brand hanya mobil-mobilnya. Pertama kali ada lima unit. Ada yang dinamakan Padaidi, Padaelo, Sipatuo, Sipatokkong. Bus-bus itulah yang lalu lalang di Sulsel, saat volume jalan relatif masih kecil. Sampai kemudian nama itu begitu mengakar. 

Pada 1985, empat nama itu disatukan dengan akronim Piposs. Namun, ceritanya tak sesederhana itu. Ada proses panjang atau mungkin lucu yang mesti dilalui. Istilah Padaidi, Padaelo, Sipatuo, Sipatokkong, untuk mobil mulai muncul di Desa Tancung Purai, Wajo, pada akhir dekade 1950-an. "Kalau kita mau ke sana, bisa lewat Belawa, masuk dan terus ke paling ujung," ujar Basri.

Kala itu, ayah Zain U yang bernama Useng, berprofesi sebagai penangkap ikan. Usahanya perlahan sukses dan mampu membeli satu mobil pikap. Jika sudah pulang menangkap ikan, rekan seprofesi kerap meminta menumpang. Useng nyaris tak pernah menolak dan selalu mengatakan "Padaidi". Lalu jika ada yang mengajak usai lebih awal, Useng sering mengiyakan dan bilang "Padaelo".

Berikutnya istilah Sipatuo dan Sipatokkong juga populer. Sampai pada 1960, Useng membeli empat unit bus. Masing-masing diberi nama Padaidi, Padaelo, Sipatuo, Sipatokkong. Nah, Zain-lah yang mengelola perusahaan otobus itu. Saat itu belum memakai nama, namun sudah berbadan hukum. "Saya ini bisa disebut generasi ketiga, tapi bisa juga generasi kedua. Sebab, ayah pengelola pertama," sebut Basri.

Basri sepertinya lebih sreg dikatakan generasi ketiga. Dia begitu menghargai dan selalu mengenang jerih payah kakeknya, Useng. Perjuangan keluarga yang membuatnya terus berjuang agar PO Piposs, usaha yang pertama kali dipimpin ayahnya. Menariknya, ayah Basri sebenarnya tak pernah melihat plan bertuliskan Piposs. Sebab, Zain U wafat pada 1970 atau 15 tahun sebelum perusahaannya resmi bernama PO Piposs. Namun, dialah yang membangun pondasi kemudian menjadikan perusahaan kokoh.

Menariknya lagi, generasi Zain, yakni Basri Zain baru memimpin PO Piposs pada 2000 atau 30 tahun setelah sang ayah berpulang. Namun, pewarisan usaha tetap berjalan baik, setidaknya bisa dilihat dari tetap eksisnya perusahaan otobus ini. Setelah Zain meninggal, perusahaan dikendalikan kakak kandungnya, Sanusi U. Sebelumnya, Sanusi memang sudah terlibat di perusahaan untuk urusan eksternal.

Basri sendiri mengakui, Sanusi atau sang paman memegang peranan yang tak kalah besar. "Paman saya itulah yang ketua Kadin pertama di Sulsel. Untuk mengukur kelegendarisannya, rekeningnya di BNI Makassar pada masa lalu itu bernomor 002. Hanya gubernur di atasnya. Saat itu, BNI memang baru masuk Makassar dan om saya termasuk nasabah pertama," klaim Basri.

Saat menceritakan semua kenangan tersebut, Basri sempat terbata-bata. Dia terharu mengenang masa lalu, mengenang perjuangan kakek, ayah, dan pamannya. Tiga sosok yang menjadi perintis Piposs. Sebuah mobil Piposs yang dibeli 1960-an, pernah dinobatkan sebagai mobil tertua di Indonesia yang masih bertahan.

Itulah mobil terakhir yang dibeli Zain sebelum meninggal. Penghargaan sebagai bus kuno yang eksis diberikan Jasa Raharja pada 2008. Diabadikan di sebuah kalender. Opelet yang dipakai dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan, juga dapat penghargaan serupa, namun dikategori mobil kecil.

Sampai saat ini, Piposs masih ada. Armadanya 50 unit. Menurut Basri, perkembangan jumlah armada sebenarnya sangat lamban jika mengingat perusahaan sudah berdiri sejak 1960. Namun, pihaknya juga mesti realistis, persaingan perusahaan otobus makin sengit. Kalau mau beli bus terus tanpa perhitungan matang, bisa jadi bumerang. 

Salah satu yang bisa jadi bukti bahwa Piposs masih eksis adalah sampai saat ini, perusahaan itu masih selalu menambah armada. Hingga Agustus tahun ini, Piposs membeli tiga armada baru, menggelontorkan uang Rp1,5 miliar. "Lihatlah. Uang sebanyak itu kita keluarkan untuk menambah armada dengan berbagai risiko," tukas Basri.

Namun, dia akan terus berjuang Piposs bisa bertahan. Dia tak ingin mengecewakan Useng, Zain U, dan Sanusi U. Tiga orang itulah yang mewariskan sebuah perusahaan dengan brand yang begitu mengakar. Meski persaingan ke depan diprediksi akan semakin tajam, Piposs akan terus diupayakan melaju dengan segala pengalaman dan kharisma yang dimiliki. (/Fajar */sil)

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | BELAWA | KIBAR
Copyright © 2011. KIBAR BELAWA TOSAGENAE - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by TOSAGENAE
Proudly powered by Blogger